KETENTUAN IZIN GANGGUAN
Pasal 2
(1)
Setiap orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan usaha di lokasi
tertentu yang berpotensi menimbulkan gangguan, wajib memiliki Izin Gangguan.
(2) Kriteria Gangguan
sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri dari:
a.
Gangguan terhadap lingkungan, yang meliputi gangguan fungsi tanah, air tanah,
sungai, udara dan gangguan yang bersumber dari getaran dan/atau kebisingan;
b.
Gangguan terhadap sosial kemasyarakatan, yang meliputi terjadinya ancaman
kemerosotan moral dan/atau ketertiban umum;
c. Gangguan terhadap ekonomi,
meliputi ancaman terhadap penurunan produksi usaha masyarakat sekitar dan
penurunan nilai ekonomi benda tetap dan benda bergerak yang berada di sekitar
lokasi usaha.
(3) Dikecualikan dari ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah:
a.
Kegiatan Usaha yang berlokasi di dalam kawasan industri, kawasan berikat dan
kawasan ekonomi khusus;
b.
Kegiatan Usaha yang berada di dalam bangunan atau lingkungan yang telah
memiliki izin gangguan;
c.
Kegiatan Usaha yang berlokasi di tempat yang telah ditentukan oleh Pemerintah,
Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten;
d. Usaha mikro dan kecil yang
kegiatan usahanya di dalam bangunan atau persil yang dampak kegiatan usahanya
tidak keluar dari bangunan atau persil.
Pasal 3
(1) Untuk mendapatkan Izin
Gangguan sebagaimana dimaksud
pada
Pasal 2 ayat (1), Pemohon harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada
Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.
(2)
Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari
setelah menerima permohonan izin Gangguan harus memberitahukan secara tertulis
kepada pemohon mengenai disetujui atau ditolaknya permohonan.
(3)
Pemberitahuan atas ditolaknya permohonan izin gangguan harus disertai dengan
alasan penolakan.
(4) Persyaratan dan Tata Cara
pengajuan Izin Gangguan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 4
(1) Jangka waktu penyelesaian
pelayanan perizinan ditetapkan paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung
sejak diterimanya berkas permohonan dengan lengkap dan benar.
(2) Dalam hal ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi oleh SKPD, permohonan izin
dianggap disetujui.
Pasal 5
(1)
Jangka waktu berlakunya Izin Gangguan adalah selama wajib Retribusi melakukan
kegiatan usaha;
(2) Apabila wajib retribusi
Izin Gangguan kegiatan usaha orang pribadi meninggal dunia, izin tetap berlaku
selama usahanya masih berjalan.
Pasal 6
Setiap pemegang Izin Gangguan
berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Pasal 7
(1)
Setiap pemilik izin yang telah mendapatkan dokumen izin, wajib melaporkan
secara tertulis kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk apabila terjadi
kehilangan atau kerusakan dokumen izin;
(2)
Dalam hal dokumen izin rusak sebagaimana dimaksud ayat (1) dikenakan sanksi
administratif sebesar 50 % (lima puluh persen) dari tarif retribusi;
(3) Dalam hal dokumen izin
hilang sebagaimana dimaksud ayat (1) dikenakan sanksi administratif sebesar 100
% (seratus persen) dari tarif retribusi.
NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI
Setiap pelayanan pemberian
izin gangguan dipungut retribusi dengan nama Retribusi Izin Gangguan.
Pasal 9
(1) Objek Retribusi adalah pemberian izin tempat usaha /kegiatan
kepada orang pribadi atau badan yang dapat menimbulkan ancaman bahaya, kerugian
dan/atau gangguan, termasuk pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha secara
terus- menerus untuk mencegah terjadinya gangguan ketertiban, keselamatan, atau
kesehatan umum, memelihara ketertiban lingkungan, dan memenuhi norma
keselamatan dan kesehatan kerja.
(2) Izin Gangguan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Izin Gangguan baru;
b. Perubahan Izin .
(3) Perubahan Izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi :
a. Perubahan sarana usaha
b. Penambahan kapasitas
usaha
c. Perluasan lahan dan bangunan usaha
d. Perubahan waktu atau
durasi operasi usaha
Pasal 10
Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau
badan yang memperoleh Izin Gangguan.
GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 11
Retribusi Izin Gangguan termasuk dalam
golongan Retribusi Perizinan Tertentu.
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal 12
(1) Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan Luas Ruang Tempat
Usaha, Indeks Kawasan dan Indeks Gangguan;
(2) Luas Ruang Tempat Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang selanjutnya disingkat dengan LRTU adalah luas lantai bangunan dan luas
ruang terbuka yang digunakan untuk tempat kegiatan atau usaha dan penunjang
tempat kegiatan atau usaha;
(3) Indeks Kawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang selanjutnya disingkat dengan IK
ditetapkan berdasarkan fungsi-fungsi kawasan sebagai berikut:
a. Kawasan pergudangan indeks 1;
b. Kawasan jasa perdagangan indeks 2;
c. Kawasan pertanian indeks 3;
d. Kawasan perumahan dan
permukiman indeks 4.
(4) Indeks Gangguan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang selanjutnya disingkat IG, ditetapkan
berdasarkan besar kecilnya gangguan:
a. Gangguan kecil indeks 1;
b. Gangguan menengah indeks 2;
c. Gangguan besar indeks 3.
PRINSIP DAN SASARAN PENETAPAN TARIF RETRIBUSI
Pasal 13
(3) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi didasarkan pada
tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian
izin.
(4) Biaya penyelenggaraan
pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penerbitan dokumen
izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan dan biaya dampak
negatif dari pemberian izin tersebut.
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI
Pasal 14
(1) Struktur tarif retribusi didasarkan pada tempat luas usaha
sesuai bidang usahanya.
(2) Tarif Retribusi yang
selanjutnya disingkat TR adalah besarnya pungutan permeter persegi (m2) dari luas
ruang tempat usaha yang digolongkan berdasakan interval luasan sebagai berikut:
a. Luas ≤100 m2 sebesar
(Rp.150,00/ m2)
b. Luas 101 s.d. 1000 m2 sebesar (Rp.200,00/
m2)
c. Luas 1001 s.d. 2000 m2 sebesar
(Rp.225,00/ m2)
d. Luas 2001 s.d. 3000 m2 sebesar
(Rp.275,00/ m2)
e. Luas 3001 s.d. 4000 m2 sebesar
(Rp.300,00/ m2)
f. Luas 4001 s.d. 5000 m2 sebesar
(Rp.350,00/ m2)
g. Luas ≥ 5001 m2 sebesar
(Rp.450,00/ m2)
(3) Retribusi Izin Gangguan
yang disingkat dengan RIG dihitung berdasarkan perkalian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan Pasal 14 ayat (2) atau RIG = LRTU x IK x IG x TR.
PENINJAUAN TARIF RETRIBUSI
Pasal 15
(1) Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2)
ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.
(2) Peninjauan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian.
(3) Penetapan tarif
Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Bupati.
WILAYAH PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Pasal 16
Retribusi yang terutang
dipungut di wilayah Kabupaten.
MASA RETRIBUSI
Pasal 17
Masa retribusi adalah jangka waktu tertentu
yang merupakan batas waktu tertentu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan
pelayanan izin gangguan.
TATA CARA PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Pasal 18
(1) Retribusi dipungut
dengan menggunakan SKRD;
(2) SKRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicetak oleh Satuan
Kerja Perangkat Daerah yang membidangi pencetakan surat berharga.
(3) Dalam hal Wajib Retribusi tertentu tidak membayar tepat pada
waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administratif berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari Retribusi yang terutang yang tidak
atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.
(4) Penagihan Retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) didahului dengan Surat Teguran.
(5) Tata Cara pelaksanaan
pemungutan retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
TATA CARA PEMBAYARAN RETRIBUSI
Pasal 19
(1) Pembayaran retribusi dilakukan secara tunai.
(2) Pembayaran retribusi dilakukan di SKPD yang tugas pokok dan
fungsinya membidangi Retribusi Izin Gangguan.
(3) Hasil pemungutan retribusi disetor secara bruto ke Kas Daerah
paling lambat 1 x 24 jam.
(4) Tata cara penyetoran
hasil pemungutan retribusi berpedoman pada ketentuan pokok-pokok pengelolaan
keuangan daerah.
TATA CARA PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI
Pasal 20
(1) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan
retribusi.
(2) Pemberian pengurangan atau keringanan retribusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan kemampuan Wajib Retribusi.
(3) Pembebasan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan dengan melihat fungsi objek retribusi.
(4) Tata cara pengurangan,
keringanan dan pembebasan retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Bupati.
TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN RETRIBUSI
Pasal 21
(1) Wajib Retribusi dapat
mengajukan permohonan keberatan secara tertulis dengan alasan-alasan yang jelas
kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atas SKRD;
(2) Keberatan harus diajukan paling lama 3 (tiga) bulan sejak
tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika wajib retribusi dapat menunjukan bahwa
jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
(3) Pengajuan keberatan
tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi.
Pasal 22
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak
tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang
diajukan dengan menerbitkan surat keberatan.
(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima
seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya retribusi yang
terutang.
(3) Apabila jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberi suatu
keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Pasal 23
(1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya,
kelebihan pembayaran retribusi dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga
sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk paling lama 12 bulan.
(2) Imbalan bunga
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan
diterbitkannya SKRDLB.
INSENTIF PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Pasal 24
(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan Retribusi dapat diberi
insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.
(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(3) Tata cara penetapan,
pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Bupati dengan berpedoman pada Peraturan Perundang-undangan
yang berlaku.
KEDALUWARSA PENAGIHAN RETRIBUSI
Pasal 25
(1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi menjadi kedaluwarsa
setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya
Retribusi, kecuali jika Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang
Retribusi.
(2) Kedaluwarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tertangguh jika:
a. Diterbitkan Surat Teguran; atau
b. Ada pengakuan utang Retribusi dari Wajib Retribusi, baik
langsung maupun tidak langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya
Surat Teguran tersebut.
(4) Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan
masih mempunyai utang Retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan utang
Retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran
dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi.
Pasal 26
(1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak
untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi yang
sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tata cara penghapusan
piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Bupati.
Daftar Pustaka :
(Online),(http://jombangkab.go.id/index.php/page/detail/badan-perijinan-jenis-ijin.html,
diakses pada 1 November 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar