Rabu, 04 November 2015

IZIN HO KABUPATEN JOMBANG

KETENTUAN IZIN GANGGUAN
Pasal 2
(1) Setiap orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan usaha di lokasi tertentu yang berpotensi menimbulkan gangguan, wajib memiliki Izin Gangguan.
(2) Kriteria Gangguan sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri dari:
a. Gangguan terhadap lingkungan, yang meliputi gangguan fungsi tanah, air tanah, sungai, udara dan gangguan yang bersumber dari getaran dan/atau kebisingan;
b. Gangguan terhadap sosial kemasyarakatan, yang meliputi terjadinya ancaman kemerosotan moral dan/atau ketertiban umum;
c. Gangguan terhadap ekonomi, meliputi ancaman terhadap penurunan produksi usaha masyarakat sekitar dan penurunan nilai ekonomi benda tetap dan benda bergerak yang berada di sekitar lokasi usaha.

(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah:
a. Kegiatan Usaha yang berlokasi di dalam kawasan industri, kawasan berikat dan kawasan ekonomi khusus;
b. Kegiatan Usaha yang berada di dalam bangunan atau lingkungan yang telah memiliki izin gangguan;
c. Kegiatan Usaha yang berlokasi di tempat yang telah ditentukan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten;
d. Usaha mikro dan kecil yang kegiatan usahanya di dalam bangunan atau persil yang dampak kegiatan usahanya tidak keluar dari bangunan atau persil.

Pasal 3
(1) Untuk mendapatkan Izin Gangguan sebagaimana dimaksud
pada Pasal 2 ayat (1), Pemohon harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.
(2) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah menerima permohonan izin Gangguan harus memberitahukan secara tertulis kepada pemohon mengenai disetujui atau ditolaknya permohonan.
(3) Pemberitahuan atas ditolaknya permohonan izin gangguan harus disertai dengan alasan penolakan.
(4) Persyaratan dan Tata Cara pengajuan Izin Gangguan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 4
(1) Jangka waktu penyelesaian pelayanan perizinan ditetapkan paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya berkas permohonan dengan lengkap dan benar.

(2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi oleh SKPD, permohonan izin dianggap disetujui.
Pasal 5
(1) Jangka waktu berlakunya Izin Gangguan adalah selama wajib Retribusi melakukan kegiatan usaha;
(2) Apabila wajib retribusi Izin Gangguan kegiatan usaha orang pribadi meninggal dunia, izin tetap berlaku selama usahanya masih berjalan.

Pasal 6
Setiap pemegang Izin Gangguan berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Pasal 7
(1) Setiap pemilik izin yang telah mendapatkan dokumen izin, wajib melaporkan secara tertulis kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk apabila terjadi kehilangan atau kerusakan dokumen izin;
(2) Dalam hal dokumen izin rusak sebagaimana dimaksud ayat (1) dikenakan sanksi administratif sebesar 50 % (lima puluh persen) dari tarif retribusi;
(3) Dalam hal dokumen izin hilang sebagaimana dimaksud ayat (1) dikenakan sanksi administratif sebesar 100 % (seratus persen) dari tarif retribusi.

NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI

Setiap pelayanan pemberian izin gangguan dipungut retribusi dengan nama Retribusi Izin Gangguan.

Pasal 9
(1) Objek Retribusi adalah pemberian izin tempat usaha /kegiatan kepada orang pribadi atau badan yang dapat menimbulkan ancaman bahaya, kerugian dan/atau gangguan, termasuk pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha secara terus- menerus untuk mencegah terjadinya gangguan ketertiban, keselamatan, atau kesehatan umum, memelihara ketertiban lingkungan, dan memenuhi norma keselamatan dan kesehatan kerja.
(2) Izin Gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Izin Gangguan baru;
b. Perubahan Izin .

(3) Perubahan Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi :
a. Perubahan sarana usaha
b. Penambahan kapasitas usaha
c. Perluasan lahan dan bangunan usaha
d. Perubahan waktu atau durasi operasi usaha

Pasal 10
Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh Izin Gangguan.
GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 11
 Retribusi Izin Gangguan termasuk dalam golongan Retribusi Perizinan Tertentu.

CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal 12
(1) Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan Luas Ruang Tempat Usaha, Indeks Kawasan dan Indeks Gangguan;
(2) Luas Ruang Tempat Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang selanjutnya disingkat dengan LRTU adalah luas lantai bangunan dan luas ruang terbuka yang digunakan untuk tempat kegiatan atau usaha dan penunjang tempat kegiatan atau usaha;
(3) Indeks Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang selanjutnya disingkat dengan IK ditetapkan berdasarkan fungsi-fungsi kawasan sebagai berikut:
a. Kawasan pergudangan indeks 1;
b. Kawasan jasa perdagangan indeks 2;
c. Kawasan pertanian indeks 3;
d. Kawasan perumahan dan permukiman indeks 4.
(4) Indeks Gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang selanjutnya disingkat IG, ditetapkan berdasarkan besar kecilnya gangguan:
a. Gangguan kecil indeks 1;
b. Gangguan menengah indeks 2;
c. Gangguan besar indeks 3.

PRINSIP DAN SASARAN PENETAPAN TARIF RETRIBUSI
Pasal 13
(3) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin.
(4) Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI
Pasal 14
(1) Struktur tarif retribusi didasarkan pada tempat luas usaha sesuai bidang usahanya.
(2) Tarif Retribusi yang selanjutnya disingkat TR adalah besarnya pungutan permeter persegi (m2) dari luas ruang tempat usaha yang digolongkan berdasakan interval luasan sebagai berikut:
a. Luas ≤100 m2 sebesar (Rp.150,00/ m2)
b. Luas 101 s.d. 1000 m2 sebesar (Rp.200,00/ m2)
c. Luas 1001 s.d. 2000 m2 sebesar (Rp.225,00/ m2)
d. Luas 2001 s.d. 3000 m2 sebesar (Rp.275,00/ m2)
e. Luas 3001 s.d. 4000 m2 sebesar (Rp.300,00/ m2)
f. Luas 4001 s.d. 5000 m2 sebesar (Rp.350,00/ m2)
g. Luas ≥ 5001 m2 sebesar (Rp.450,00/ m2)
(3) Retribusi Izin Gangguan yang disingkat dengan RIG dihitung berdasarkan perkalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan Pasal 14 ayat (2) atau RIG = LRTU x IK x IG x TR.

PENINJAUAN TARIF RETRIBUSI
Pasal 15
(1) Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.
(2) Peninjauan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian.
(3) Penetapan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

WILAYAH PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Pasal 16
Retribusi yang terutang dipungut di wilayah Kabupaten.

MASA RETRIBUSI
Pasal 17
 Masa retribusi adalah jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu tertentu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan pelayanan izin gangguan.

TATA CARA PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Pasal 18
(1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD;


(2) SKRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicetak oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah yang membidangi pencetakan surat berharga.
(3) Dalam hal Wajib Retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.
(4) Penagihan Retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didahului dengan Surat Teguran.
(5) Tata Cara pelaksanaan pemungutan retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

TATA CARA PEMBAYARAN RETRIBUSI
Pasal 19
(1) Pembayaran retribusi dilakukan secara tunai.
(2) Pembayaran retribusi dilakukan di SKPD yang tugas pokok dan fungsinya membidangi Retribusi Izin Gangguan.
(3) Hasil pemungutan retribusi disetor secara bruto ke Kas Daerah paling lambat 1 x 24 jam.
(4) Tata cara penyetoran hasil pemungutan retribusi berpedoman pada ketentuan pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah.

TATA CARA PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI

Pasal 20
(1) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi.
(2) Pemberian pengurangan atau keringanan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan kemampuan Wajib Retribusi.
(3) Pembebasan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan melihat fungsi objek retribusi.
(4) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN RETRIBUSI
Pasal 21
(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan keberatan secara tertulis dengan alasan-alasan yang jelas kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atas SKRD;

(2) Keberatan harus diajukan paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika wajib retribusi dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
(3) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi.
Pasal 22
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan dengan menerbitkan surat keberatan.
(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya retribusi yang terutang.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.

Pasal 23
(1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran retribusi dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk paling lama 12 bulan.
(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKRDLB.

INSENTIF PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Pasal 24
(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan Retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.
(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(3) Tata cara penetapan, pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati dengan berpedoman pada Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

KEDALUWARSA PENAGIHAN RETRIBUSI
Pasal 25
(1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali jika Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang Retribusi.
(2) Kedaluwarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika:

a. Diterbitkan Surat Teguran; atau
b. Ada pengakuan utang Retribusi dari Wajib Retribusi, baik langsung maupun tidak langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut.
(4) Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi.
Pasal 26
(1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tata cara penghapusan piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.


Daftar Pustaka :




Tidak ada komentar:

Posting Komentar