Rabu, 25 November 2015

ANALISIS K3 TERHADAP PENGGALIAN BATU AKI




ANALISIS K3 TERHADAP PENGGALIAN BATU AKI



Netizen Indonesia – Akibat tewasnya seorang penambang, tambang batu akik kalimaya di Blok Cimalingping, Desa Pejagan, Kecamatan Sajira, Kabupaten Lebak, Banten akhirnya ditutup.
Khususnya di Blok Cimalingping kita lakukan larangan dan penutupan tambang, yang telah menelan korban jiwa. Ini dilakukan untuk menghindari korban berikutnya,” kata Camat Sajira, Yadi A Riyadi, kepada wartawan, Senin (8/6).
Yadi mengatakan, mereka prihatin terhadap peristiwa menelan korban jiwa seorang penambang itu. “Meski bagaimanapun, korban tengah berjuang untuk menghidupi keluarganya dengan mencari bongkahan batu kalimaya,” ujar Yadi.
Diberitakan sebelumnya, seorang penambang batu kalimaya, Makmun (55 tahun), warga Kampung Kroya, Desa Mekarsari, Kecamatan Sajira, Kabupaten Pandeglang, tewas tertimpa bebatuan di dalam tambang berada di daerah di Blok Cimalingping, Desa Pejagan, Kecamatan Sajira, Kabupaten Lebak.
Berdasarkan Informasi dihimpun, korban bersama enam rekannya tengah menambang batu kalimaya di dalam tambang sedalam kurang lebih 18 meter.
Sambil mencari batu kalimaya di lubang yang sudah bercabang di kedalamannya ini, korban juga memperbaiki tiang penyangga. Tak disangka, batu seberat 50 kilogram jatuh dari bibir lubang dan menimpa tubuh korban.
Korban tewas seketika di dalam lubang, dengan mengalami luka parah pada bagian kepala dan punggung. Lima orang lainnya sempat terjebak di dalam lubang, tapi bisa diselamatkan oleh warga berada di sekitar tambang.
Kena batu bongkahan besar di dalam, luka di bagian kepala sama punggung,” kata Usman, salah satu penambang.
Usman mengatakan, lantaran sempit akibat reruntuhan batu dan kedalaman tambang, jasad korban sempat kesulitan saat dipindahkan ke permukaan. Jenazah Makmun berhasil dievakuasi ke atas dengan memakan waktu hampir satu jam.
Langsung dibawa ke rumah, dan langsung dimakamkan sama keluarga,” ujar Usman.





Seharusnya penggali batu aki melaksanakan syarat-syarat teknis K 3  sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan Umum
1. Sebelum penggalian pada suatu tempat dimulai stabilitas tanah harus diuji terlebih dahulu oleh orang yang
     ahli.
2. Sebelum pekerjaan penggalian di mulai pada setiap tempat galian pemberi kerja harus melakukan pemerik
     saan terlebih dahulu atas instalasi di bawah tanah seperti saluran pembuangan, pipa gas, pipa air, dan
     konduktor listrik, yang  waktu dapat menimbulkan bahaya selama waktu pekerjaan.
3. Apabila perlu sebelum pengalian dimulai, gas, air, listrik harus dimatikan atau diputuskan aliranya.
4. Apabila gas, air, listrik tidak dapat diputuskan aliranya maka harus dipagari, ditarik keatas atau dilindungi.
5. Untuk mencegah bahaya tanah harus dibersihkan dari pohon-pohon, batu-batu besar dan rintangan-
     rintangan lain sebelum pengalian dimulai.

Ketentuan penting lainnya

1. Lokasi penggalian harus diperiksa secara teliti apabila :
    - setelah pekerjaan galian terputus melebihi satu hari lamanya.
    - setelah setiap ada peledakan di lokasi galian.
    - setelah terjadi longsoran/runtuhan tanah yang tidak terduga.
    - setelah ada kerusakan berarti pada konstruksi penyangga.
    - setelah hujan lebat.

2.  Jalan keluar masuk yang aman harus disediakan di setiap tempat dimana orang bekerja di tempat galian.

3.  Dilarang bekerja di atas tanah yang lepas apabila kemiringannya terlalu terjal untuk mendapat tempat
     berpijak yang aman.
4.  Apabila tanah tidak menjamin tempat  berpijak yang aman, harus disediakan konstruksi penyangga
     yang cukup.
5.  Dilarang menggali dibagian bawah tanpa konstruksi penyangga yang cukup.
6.  Para pekerja dilarang bekerja dibawah tonggak pohon, dinding atau bangunan lainnya yang sedang
     menggantung atau sedang digali bawahnya.
7.  Apabila ditemukan benda lepas atau batu besar :
  - benda-benda tersebut harus segera disingkirkan.
  - para pekerja harus meninggalkan tempat keja dan berdiri di luar diluar daerah berbahaya sampai
     keadaan  aman untuk kembali ke tempat kerja.
8. Apabila ada yang bekerja pada ketingian yang berbeda, sarana yang cukup seperti papan lantai
    harus disediakan untuk mencegah orang yang bekerja dibawahnya tertimpa alat atau benda yang
    terjatuh dari atas.
9. Untuk mencegah kecelakaan dinding galian dan timbunan galian harus diberi penerangan secukupnya
    selama jam-jam (waktu-waktu) gelap.
10.Sejauh mungkin diusahakan agar galian bebas dari air.
11.Pada tempat galian yang dikhawatirkan ada kemungkinan semburan air, atau jatuhnya benda-banda,
     diadakan  jalan keluar untuk menyelamatkan diri. 
12.Tidak seorangpun diizikzn memasuki saluran pembuangan, terowongan atau ruang dibawah tanah
      kecuali sudah diadakan pengujian bahwa tempat-tempat tersebut bebas dari gas yang berbahaya.
13.Apabila orang harus memasuki ruang  bawah tanah atau tempat lain untuk melakukan pengujian
     terhadap gas, mereka harus dilengkapi  dengan sabuk pengaman, tali penyelamat dan alat-alat perna-
     fasan.
14.Untuk mencegah bahaya ventilasi mekanis  yang cukup harus disediakan dalam galian.
15.Apabila mesin dengan pembakaran dalam digunakanpada penggalian, langkah-langkah keamanan harus
     diambil untuk menghindarkan terkumpulnya gas dengan menyediakan knalpot pembuangan, perbaikan
      ventilasi atau sarana lainya yang memadai.
16.Bagian lubang galian yang memungkinkan seseorang jatuh terperosok harus dilindungi dengan tanda dan
      penghalang yang cukup.
17.Dilarang menempatkan atau menumpuk barang-barang di dekat sisi galian.
18.Dilarang menempatkan atau mengerakan beban mesin atau peralatan lainya di dekat sisi galian.
19.Apabila suatu galian dapat mempengaruhi keselamatan bangunan atau orang yang bekerja didalamya
      tindakan pencegahan harus diambil untuk melindungi bangunan yang dimaksud dari keruntuhan.





Saran dan Kesimpulan :
Jadi, dalam melaksanakan pekerjaan penggalian batu akik seharusnya dibekali dengan alat yang menunjang keselamatan kerja yang sesuai dengan k3 agar pekerja selamat dalam menggali batu akik tanpa mengalami kendala dan hal yang tidak di inginkan.

Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit dan kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) oleh karena itu kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat.

                        Video Penggalian batu aki

Rabu, 04 November 2015

IZIN HO KABUPATEN JOMBANG

KETENTUAN IZIN GANGGUAN
Pasal 2
(1) Setiap orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan usaha di lokasi tertentu yang berpotensi menimbulkan gangguan, wajib memiliki Izin Gangguan.
(2) Kriteria Gangguan sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri dari:
a. Gangguan terhadap lingkungan, yang meliputi gangguan fungsi tanah, air tanah, sungai, udara dan gangguan yang bersumber dari getaran dan/atau kebisingan;
b. Gangguan terhadap sosial kemasyarakatan, yang meliputi terjadinya ancaman kemerosotan moral dan/atau ketertiban umum;
c. Gangguan terhadap ekonomi, meliputi ancaman terhadap penurunan produksi usaha masyarakat sekitar dan penurunan nilai ekonomi benda tetap dan benda bergerak yang berada di sekitar lokasi usaha.

(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah:
a. Kegiatan Usaha yang berlokasi di dalam kawasan industri, kawasan berikat dan kawasan ekonomi khusus;
b. Kegiatan Usaha yang berada di dalam bangunan atau lingkungan yang telah memiliki izin gangguan;
c. Kegiatan Usaha yang berlokasi di tempat yang telah ditentukan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten;
d. Usaha mikro dan kecil yang kegiatan usahanya di dalam bangunan atau persil yang dampak kegiatan usahanya tidak keluar dari bangunan atau persil.

Pasal 3
(1) Untuk mendapatkan Izin Gangguan sebagaimana dimaksud
pada Pasal 2 ayat (1), Pemohon harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.
(2) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah menerima permohonan izin Gangguan harus memberitahukan secara tertulis kepada pemohon mengenai disetujui atau ditolaknya permohonan.
(3) Pemberitahuan atas ditolaknya permohonan izin gangguan harus disertai dengan alasan penolakan.
(4) Persyaratan dan Tata Cara pengajuan Izin Gangguan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 4
(1) Jangka waktu penyelesaian pelayanan perizinan ditetapkan paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya berkas permohonan dengan lengkap dan benar.

(2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi oleh SKPD, permohonan izin dianggap disetujui.
Pasal 5
(1) Jangka waktu berlakunya Izin Gangguan adalah selama wajib Retribusi melakukan kegiatan usaha;
(2) Apabila wajib retribusi Izin Gangguan kegiatan usaha orang pribadi meninggal dunia, izin tetap berlaku selama usahanya masih berjalan.

Pasal 6
Setiap pemegang Izin Gangguan berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Pasal 7
(1) Setiap pemilik izin yang telah mendapatkan dokumen izin, wajib melaporkan secara tertulis kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk apabila terjadi kehilangan atau kerusakan dokumen izin;
(2) Dalam hal dokumen izin rusak sebagaimana dimaksud ayat (1) dikenakan sanksi administratif sebesar 50 % (lima puluh persen) dari tarif retribusi;
(3) Dalam hal dokumen izin hilang sebagaimana dimaksud ayat (1) dikenakan sanksi administratif sebesar 100 % (seratus persen) dari tarif retribusi.

NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI

Setiap pelayanan pemberian izin gangguan dipungut retribusi dengan nama Retribusi Izin Gangguan.

Pasal 9
(1) Objek Retribusi adalah pemberian izin tempat usaha /kegiatan kepada orang pribadi atau badan yang dapat menimbulkan ancaman bahaya, kerugian dan/atau gangguan, termasuk pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha secara terus- menerus untuk mencegah terjadinya gangguan ketertiban, keselamatan, atau kesehatan umum, memelihara ketertiban lingkungan, dan memenuhi norma keselamatan dan kesehatan kerja.
(2) Izin Gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Izin Gangguan baru;
b. Perubahan Izin .

(3) Perubahan Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi :
a. Perubahan sarana usaha
b. Penambahan kapasitas usaha
c. Perluasan lahan dan bangunan usaha
d. Perubahan waktu atau durasi operasi usaha

Pasal 10
Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh Izin Gangguan.
GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 11
 Retribusi Izin Gangguan termasuk dalam golongan Retribusi Perizinan Tertentu.

CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal 12
(1) Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan Luas Ruang Tempat Usaha, Indeks Kawasan dan Indeks Gangguan;
(2) Luas Ruang Tempat Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang selanjutnya disingkat dengan LRTU adalah luas lantai bangunan dan luas ruang terbuka yang digunakan untuk tempat kegiatan atau usaha dan penunjang tempat kegiatan atau usaha;
(3) Indeks Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang selanjutnya disingkat dengan IK ditetapkan berdasarkan fungsi-fungsi kawasan sebagai berikut:
a. Kawasan pergudangan indeks 1;
b. Kawasan jasa perdagangan indeks 2;
c. Kawasan pertanian indeks 3;
d. Kawasan perumahan dan permukiman indeks 4.
(4) Indeks Gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang selanjutnya disingkat IG, ditetapkan berdasarkan besar kecilnya gangguan:
a. Gangguan kecil indeks 1;
b. Gangguan menengah indeks 2;
c. Gangguan besar indeks 3.

PRINSIP DAN SASARAN PENETAPAN TARIF RETRIBUSI
Pasal 13
(3) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin.
(4) Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI
Pasal 14
(1) Struktur tarif retribusi didasarkan pada tempat luas usaha sesuai bidang usahanya.
(2) Tarif Retribusi yang selanjutnya disingkat TR adalah besarnya pungutan permeter persegi (m2) dari luas ruang tempat usaha yang digolongkan berdasakan interval luasan sebagai berikut:
a. Luas ≤100 m2 sebesar (Rp.150,00/ m2)
b. Luas 101 s.d. 1000 m2 sebesar (Rp.200,00/ m2)
c. Luas 1001 s.d. 2000 m2 sebesar (Rp.225,00/ m2)
d. Luas 2001 s.d. 3000 m2 sebesar (Rp.275,00/ m2)
e. Luas 3001 s.d. 4000 m2 sebesar (Rp.300,00/ m2)
f. Luas 4001 s.d. 5000 m2 sebesar (Rp.350,00/ m2)
g. Luas ≥ 5001 m2 sebesar (Rp.450,00/ m2)
(3) Retribusi Izin Gangguan yang disingkat dengan RIG dihitung berdasarkan perkalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan Pasal 14 ayat (2) atau RIG = LRTU x IK x IG x TR.

PENINJAUAN TARIF RETRIBUSI
Pasal 15
(1) Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.
(2) Peninjauan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian.
(3) Penetapan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

WILAYAH PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Pasal 16
Retribusi yang terutang dipungut di wilayah Kabupaten.

MASA RETRIBUSI
Pasal 17
 Masa retribusi adalah jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu tertentu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan pelayanan izin gangguan.

TATA CARA PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Pasal 18
(1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD;


(2) SKRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicetak oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah yang membidangi pencetakan surat berharga.
(3) Dalam hal Wajib Retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.
(4) Penagihan Retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didahului dengan Surat Teguran.
(5) Tata Cara pelaksanaan pemungutan retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

TATA CARA PEMBAYARAN RETRIBUSI
Pasal 19
(1) Pembayaran retribusi dilakukan secara tunai.
(2) Pembayaran retribusi dilakukan di SKPD yang tugas pokok dan fungsinya membidangi Retribusi Izin Gangguan.
(3) Hasil pemungutan retribusi disetor secara bruto ke Kas Daerah paling lambat 1 x 24 jam.
(4) Tata cara penyetoran hasil pemungutan retribusi berpedoman pada ketentuan pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah.

TATA CARA PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI

Pasal 20
(1) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi.
(2) Pemberian pengurangan atau keringanan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan kemampuan Wajib Retribusi.
(3) Pembebasan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan melihat fungsi objek retribusi.
(4) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN RETRIBUSI
Pasal 21
(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan keberatan secara tertulis dengan alasan-alasan yang jelas kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atas SKRD;

(2) Keberatan harus diajukan paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika wajib retribusi dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
(3) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi.
Pasal 22
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan dengan menerbitkan surat keberatan.
(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya retribusi yang terutang.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.

Pasal 23
(1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran retribusi dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk paling lama 12 bulan.
(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKRDLB.

INSENTIF PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Pasal 24
(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan Retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.
(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(3) Tata cara penetapan, pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati dengan berpedoman pada Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

KEDALUWARSA PENAGIHAN RETRIBUSI
Pasal 25
(1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali jika Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang Retribusi.
(2) Kedaluwarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika:

a. Diterbitkan Surat Teguran; atau
b. Ada pengakuan utang Retribusi dari Wajib Retribusi, baik langsung maupun tidak langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut.
(4) Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi.
Pasal 26
(1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tata cara penghapusan piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.


Daftar Pustaka :