Blog File
Kamis, 02 Juni 2016
Rabu, 25 November 2015
ANALISIS K3 TERHADAP PENGGALIAN BATU AKI
ANALISIS
K3 TERHADAP PENGGALIAN BATU AKI
Netizen
Indonesia – Akibat tewasnya seorang penambang, tambang batu akik kalimaya di
Blok Cimalingping, Desa Pejagan, Kecamatan Sajira, Kabupaten Lebak, Banten
akhirnya ditutup.
Khususnya di Blok
Cimalingping kita lakukan larangan dan penutupan tambang, yang telah menelan
korban jiwa. Ini dilakukan untuk menghindari korban berikutnya,” kata Camat
Sajira, Yadi A Riyadi, kepada wartawan, Senin (8/6).
Yadi mengatakan, mereka
prihatin terhadap peristiwa menelan korban jiwa seorang penambang itu. “Meski
bagaimanapun, korban tengah berjuang untuk menghidupi keluarganya dengan
mencari bongkahan batu kalimaya,” ujar Yadi.
Diberitakan sebelumnya,
seorang penambang batu kalimaya, Makmun (55 tahun), warga Kampung Kroya, Desa
Mekarsari, Kecamatan Sajira, Kabupaten Pandeglang, tewas tertimpa bebatuan di
dalam tambang berada di daerah di Blok Cimalingping, Desa Pejagan, Kecamatan
Sajira, Kabupaten Lebak.
Berdasarkan Informasi
dihimpun, korban bersama enam rekannya tengah menambang batu kalimaya di dalam
tambang sedalam kurang lebih 18 meter.
Sambil mencari batu
kalimaya di lubang yang sudah bercabang di kedalamannya ini, korban juga
memperbaiki tiang penyangga. Tak disangka, batu seberat 50 kilogram jatuh dari
bibir lubang dan menimpa tubuh korban.
Korban tewas seketika di
dalam lubang, dengan mengalami luka parah pada bagian kepala dan punggung. Lima
orang lainnya sempat terjebak di dalam lubang, tapi bisa diselamatkan oleh
warga berada di sekitar tambang.
Kena batu bongkahan
besar di dalam, luka di bagian kepala sama punggung,” kata Usman, salah satu
penambang.
Usman mengatakan,
lantaran sempit akibat reruntuhan batu dan kedalaman tambang, jasad korban
sempat kesulitan saat dipindahkan ke permukaan. Jenazah Makmun berhasil
dievakuasi ke atas dengan memakan waktu hampir satu jam.
Langsung dibawa ke
rumah, dan langsung dimakamkan sama keluarga,” ujar Usman.
Seharusnya penggali batu aki melaksanakan
syarat-syarat teknis K 3 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Ketentuan Umum
1. Sebelum penggalian pada suatu tempat dimulai stabilitas tanah harus diuji terlebih dahulu oleh orang yang
ahli.
2. Sebelum pekerjaan penggalian di mulai pada setiap tempat galian pemberi kerja harus melakukan pemerik
saan terlebih dahulu atas instalasi di bawah tanah seperti saluran pembuangan, pipa gas, pipa air, dan
konduktor listrik, yang waktu dapat menimbulkan bahaya selama waktu pekerjaan.
3. Apabila perlu sebelum pengalian dimulai, gas, air, listrik harus dimatikan atau diputuskan aliranya.
4. Apabila gas, air, listrik tidak dapat diputuskan aliranya maka harus dipagari, ditarik keatas atau dilindungi.
5. Untuk mencegah bahaya tanah harus dibersihkan dari pohon-pohon, batu-batu besar dan rintangan-
rintangan lain sebelum pengalian dimulai.
Ketentuan penting lainnya
1. Lokasi penggalian harus diperiksa secara teliti apabila :
- setelah pekerjaan galian terputus melebihi satu hari lamanya.
- setelah setiap ada peledakan di lokasi galian.
- setelah terjadi longsoran/runtuhan tanah yang tidak terduga.
- setelah ada kerusakan berarti pada konstruksi penyangga.
- setelah hujan lebat.
2. Jalan keluar masuk yang aman harus disediakan di setiap tempat dimana orang bekerja di tempat galian.
3. Dilarang bekerja di atas tanah yang lepas apabila kemiringannya terlalu terjal untuk mendapat tempat
berpijak yang aman.
4. Apabila tanah tidak menjamin tempat berpijak yang aman, harus disediakan konstruksi penyangga
yang cukup.
5. Dilarang menggali dibagian bawah tanpa konstruksi penyangga yang cukup.
6. Para pekerja dilarang bekerja dibawah tonggak pohon, dinding atau bangunan lainnya yang sedang
menggantung atau sedang digali bawahnya.
7. Apabila ditemukan benda lepas atau batu besar :
- benda-benda tersebut harus segera disingkirkan.
- para pekerja harus meninggalkan tempat keja dan berdiri di luar diluar daerah berbahaya sampai
keadaan aman untuk kembali ke tempat kerja.
8. Apabila ada yang bekerja pada ketingian yang berbeda, sarana yang cukup seperti papan lantai
harus disediakan untuk mencegah orang yang bekerja dibawahnya tertimpa alat atau benda yang
terjatuh dari atas.
9. Untuk mencegah kecelakaan dinding galian dan timbunan galian harus diberi penerangan secukupnya
selama jam-jam (waktu-waktu) gelap.
10.Sejauh mungkin diusahakan agar galian bebas dari air.
11.Pada tempat galian yang dikhawatirkan ada kemungkinan semburan air, atau jatuhnya benda-banda,
diadakan jalan keluar untuk menyelamatkan diri.
12.Tidak seorangpun diizikzn memasuki saluran pembuangan, terowongan atau ruang dibawah tanah
kecuali sudah diadakan pengujian bahwa tempat-tempat tersebut bebas dari gas yang berbahaya.
13.Apabila orang harus memasuki ruang bawah tanah atau tempat lain untuk melakukan pengujian
terhadap gas, mereka harus dilengkapi dengan sabuk pengaman, tali penyelamat dan alat-alat perna-
fasan.
14.Untuk mencegah bahaya ventilasi mekanis yang cukup harus disediakan dalam galian.
15.Apabila mesin dengan pembakaran dalam digunakanpada penggalian, langkah-langkah keamanan harus
diambil untuk menghindarkan terkumpulnya gas dengan menyediakan knalpot pembuangan, perbaikan
ventilasi atau sarana lainya yang memadai.
16.Bagian lubang galian yang memungkinkan seseorang jatuh terperosok harus dilindungi dengan tanda dan
penghalang yang cukup.
17.Dilarang menempatkan atau menumpuk barang-barang di dekat sisi galian.
18.Dilarang menempatkan atau mengerakan beban mesin atau peralatan lainya di dekat sisi galian.
19.Apabila suatu galian dapat mempengaruhi keselamatan bangunan atau orang yang bekerja didalamya
tindakan pencegahan harus diambil untuk melindungi bangunan yang dimaksud dari keruntuhan.
Ketentuan Umum
1. Sebelum penggalian pada suatu tempat dimulai stabilitas tanah harus diuji terlebih dahulu oleh orang yang
ahli.
2. Sebelum pekerjaan penggalian di mulai pada setiap tempat galian pemberi kerja harus melakukan pemerik
saan terlebih dahulu atas instalasi di bawah tanah seperti saluran pembuangan, pipa gas, pipa air, dan
konduktor listrik, yang waktu dapat menimbulkan bahaya selama waktu pekerjaan.
3. Apabila perlu sebelum pengalian dimulai, gas, air, listrik harus dimatikan atau diputuskan aliranya.
4. Apabila gas, air, listrik tidak dapat diputuskan aliranya maka harus dipagari, ditarik keatas atau dilindungi.
5. Untuk mencegah bahaya tanah harus dibersihkan dari pohon-pohon, batu-batu besar dan rintangan-
rintangan lain sebelum pengalian dimulai.
Ketentuan penting lainnya
1. Lokasi penggalian harus diperiksa secara teliti apabila :
- setelah pekerjaan galian terputus melebihi satu hari lamanya.
- setelah setiap ada peledakan di lokasi galian.
- setelah terjadi longsoran/runtuhan tanah yang tidak terduga.
- setelah ada kerusakan berarti pada konstruksi penyangga.
- setelah hujan lebat.
2. Jalan keluar masuk yang aman harus disediakan di setiap tempat dimana orang bekerja di tempat galian.
3. Dilarang bekerja di atas tanah yang lepas apabila kemiringannya terlalu terjal untuk mendapat tempat
berpijak yang aman.
4. Apabila tanah tidak menjamin tempat berpijak yang aman, harus disediakan konstruksi penyangga
yang cukup.
5. Dilarang menggali dibagian bawah tanpa konstruksi penyangga yang cukup.
6. Para pekerja dilarang bekerja dibawah tonggak pohon, dinding atau bangunan lainnya yang sedang
menggantung atau sedang digali bawahnya.
7. Apabila ditemukan benda lepas atau batu besar :
- benda-benda tersebut harus segera disingkirkan.
- para pekerja harus meninggalkan tempat keja dan berdiri di luar diluar daerah berbahaya sampai
keadaan aman untuk kembali ke tempat kerja.
8. Apabila ada yang bekerja pada ketingian yang berbeda, sarana yang cukup seperti papan lantai
harus disediakan untuk mencegah orang yang bekerja dibawahnya tertimpa alat atau benda yang
terjatuh dari atas.
9. Untuk mencegah kecelakaan dinding galian dan timbunan galian harus diberi penerangan secukupnya
selama jam-jam (waktu-waktu) gelap.
10.Sejauh mungkin diusahakan agar galian bebas dari air.
11.Pada tempat galian yang dikhawatirkan ada kemungkinan semburan air, atau jatuhnya benda-banda,
diadakan jalan keluar untuk menyelamatkan diri.
12.Tidak seorangpun diizikzn memasuki saluran pembuangan, terowongan atau ruang dibawah tanah
kecuali sudah diadakan pengujian bahwa tempat-tempat tersebut bebas dari gas yang berbahaya.
13.Apabila orang harus memasuki ruang bawah tanah atau tempat lain untuk melakukan pengujian
terhadap gas, mereka harus dilengkapi dengan sabuk pengaman, tali penyelamat dan alat-alat perna-
fasan.
14.Untuk mencegah bahaya ventilasi mekanis yang cukup harus disediakan dalam galian.
15.Apabila mesin dengan pembakaran dalam digunakanpada penggalian, langkah-langkah keamanan harus
diambil untuk menghindarkan terkumpulnya gas dengan menyediakan knalpot pembuangan, perbaikan
ventilasi atau sarana lainya yang memadai.
16.Bagian lubang galian yang memungkinkan seseorang jatuh terperosok harus dilindungi dengan tanda dan
penghalang yang cukup.
17.Dilarang menempatkan atau menumpuk barang-barang di dekat sisi galian.
18.Dilarang menempatkan atau mengerakan beban mesin atau peralatan lainya di dekat sisi galian.
19.Apabila suatu galian dapat mempengaruhi keselamatan bangunan atau orang yang bekerja didalamya
tindakan pencegahan harus diambil untuk melindungi bangunan yang dimaksud dari keruntuhan.
Saran dan Kesimpulan :
Jadi, dalam melaksanakan pekerjaan penggalian batu
akik seharusnya dibekali dengan alat yang menunjang keselamatan kerja yang
sesuai dengan k3 agar pekerja selamat dalam menggali batu akik tanpa mengalami
kendala dan hal yang tidak di inginkan.
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam
pembangunan karena sakit dan kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi
(lost benefit) oleh karena itu kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola
secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat.
Video Penggalian batu aki
Rabu, 04 November 2015
IZIN HO KABUPATEN JOMBANG
KETENTUAN IZIN GANGGUAN
Pasal 2
(1)
Setiap orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan usaha di lokasi
tertentu yang berpotensi menimbulkan gangguan, wajib memiliki Izin Gangguan.
(2) Kriteria Gangguan
sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri dari:
a.
Gangguan terhadap lingkungan, yang meliputi gangguan fungsi tanah, air tanah,
sungai, udara dan gangguan yang bersumber dari getaran dan/atau kebisingan;
b.
Gangguan terhadap sosial kemasyarakatan, yang meliputi terjadinya ancaman
kemerosotan moral dan/atau ketertiban umum;
c. Gangguan terhadap ekonomi,
meliputi ancaman terhadap penurunan produksi usaha masyarakat sekitar dan
penurunan nilai ekonomi benda tetap dan benda bergerak yang berada di sekitar
lokasi usaha.
(3) Dikecualikan dari ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah:
a.
Kegiatan Usaha yang berlokasi di dalam kawasan industri, kawasan berikat dan
kawasan ekonomi khusus;
b.
Kegiatan Usaha yang berada di dalam bangunan atau lingkungan yang telah
memiliki izin gangguan;
c.
Kegiatan Usaha yang berlokasi di tempat yang telah ditentukan oleh Pemerintah,
Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten;
d. Usaha mikro dan kecil yang
kegiatan usahanya di dalam bangunan atau persil yang dampak kegiatan usahanya
tidak keluar dari bangunan atau persil.
Pasal 3
(1) Untuk mendapatkan Izin
Gangguan sebagaimana dimaksud
pada
Pasal 2 ayat (1), Pemohon harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada
Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.
(2)
Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari
setelah menerima permohonan izin Gangguan harus memberitahukan secara tertulis
kepada pemohon mengenai disetujui atau ditolaknya permohonan.
(3)
Pemberitahuan atas ditolaknya permohonan izin gangguan harus disertai dengan
alasan penolakan.
(4) Persyaratan dan Tata Cara
pengajuan Izin Gangguan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 4
(1) Jangka waktu penyelesaian
pelayanan perizinan ditetapkan paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung
sejak diterimanya berkas permohonan dengan lengkap dan benar.
(2) Dalam hal ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi oleh SKPD, permohonan izin
dianggap disetujui.
Pasal 5
(1)
Jangka waktu berlakunya Izin Gangguan adalah selama wajib Retribusi melakukan
kegiatan usaha;
(2) Apabila wajib retribusi
Izin Gangguan kegiatan usaha orang pribadi meninggal dunia, izin tetap berlaku
selama usahanya masih berjalan.
Pasal 6
Setiap pemegang Izin Gangguan
berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Pasal 7
(1)
Setiap pemilik izin yang telah mendapatkan dokumen izin, wajib melaporkan
secara tertulis kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk apabila terjadi
kehilangan atau kerusakan dokumen izin;
(2)
Dalam hal dokumen izin rusak sebagaimana dimaksud ayat (1) dikenakan sanksi
administratif sebesar 50 % (lima puluh persen) dari tarif retribusi;
(3) Dalam hal dokumen izin
hilang sebagaimana dimaksud ayat (1) dikenakan sanksi administratif sebesar 100
% (seratus persen) dari tarif retribusi.
NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI
Setiap pelayanan pemberian
izin gangguan dipungut retribusi dengan nama Retribusi Izin Gangguan.
Pasal 9
(1) Objek Retribusi adalah pemberian izin tempat usaha /kegiatan
kepada orang pribadi atau badan yang dapat menimbulkan ancaman bahaya, kerugian
dan/atau gangguan, termasuk pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha secara
terus- menerus untuk mencegah terjadinya gangguan ketertiban, keselamatan, atau
kesehatan umum, memelihara ketertiban lingkungan, dan memenuhi norma
keselamatan dan kesehatan kerja.
(2) Izin Gangguan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Izin Gangguan baru;
b. Perubahan Izin .
(3) Perubahan Izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi :
a. Perubahan sarana usaha
b. Penambahan kapasitas
usaha
c. Perluasan lahan dan bangunan usaha
d. Perubahan waktu atau
durasi operasi usaha
Pasal 10
Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau
badan yang memperoleh Izin Gangguan.
GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 11
Retribusi Izin Gangguan termasuk dalam
golongan Retribusi Perizinan Tertentu.
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal 12
(1) Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan Luas Ruang Tempat
Usaha, Indeks Kawasan dan Indeks Gangguan;
(2) Luas Ruang Tempat Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang selanjutnya disingkat dengan LRTU adalah luas lantai bangunan dan luas
ruang terbuka yang digunakan untuk tempat kegiatan atau usaha dan penunjang
tempat kegiatan atau usaha;
(3) Indeks Kawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang selanjutnya disingkat dengan IK
ditetapkan berdasarkan fungsi-fungsi kawasan sebagai berikut:
a. Kawasan pergudangan indeks 1;
b. Kawasan jasa perdagangan indeks 2;
c. Kawasan pertanian indeks 3;
d. Kawasan perumahan dan
permukiman indeks 4.
(4) Indeks Gangguan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang selanjutnya disingkat IG, ditetapkan
berdasarkan besar kecilnya gangguan:
a. Gangguan kecil indeks 1;
b. Gangguan menengah indeks 2;
c. Gangguan besar indeks 3.
PRINSIP DAN SASARAN PENETAPAN TARIF RETRIBUSI
Pasal 13
(3) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi didasarkan pada
tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian
izin.
(4) Biaya penyelenggaraan
pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penerbitan dokumen
izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan dan biaya dampak
negatif dari pemberian izin tersebut.
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI
Pasal 14
(1) Struktur tarif retribusi didasarkan pada tempat luas usaha
sesuai bidang usahanya.
(2) Tarif Retribusi yang
selanjutnya disingkat TR adalah besarnya pungutan permeter persegi (m2) dari luas
ruang tempat usaha yang digolongkan berdasakan interval luasan sebagai berikut:
a. Luas ≤100 m2 sebesar
(Rp.150,00/ m2)
b. Luas 101 s.d. 1000 m2 sebesar (Rp.200,00/
m2)
c. Luas 1001 s.d. 2000 m2 sebesar
(Rp.225,00/ m2)
d. Luas 2001 s.d. 3000 m2 sebesar
(Rp.275,00/ m2)
e. Luas 3001 s.d. 4000 m2 sebesar
(Rp.300,00/ m2)
f. Luas 4001 s.d. 5000 m2 sebesar
(Rp.350,00/ m2)
g. Luas ≥ 5001 m2 sebesar
(Rp.450,00/ m2)
(3) Retribusi Izin Gangguan
yang disingkat dengan RIG dihitung berdasarkan perkalian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan Pasal 14 ayat (2) atau RIG = LRTU x IK x IG x TR.
PENINJAUAN TARIF RETRIBUSI
Pasal 15
(1) Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2)
ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.
(2) Peninjauan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian.
(3) Penetapan tarif
Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Bupati.
WILAYAH PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Pasal 16
Retribusi yang terutang
dipungut di wilayah Kabupaten.
MASA RETRIBUSI
Pasal 17
Masa retribusi adalah jangka waktu tertentu
yang merupakan batas waktu tertentu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan
pelayanan izin gangguan.
TATA CARA PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Pasal 18
(1) Retribusi dipungut
dengan menggunakan SKRD;
(2) SKRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicetak oleh Satuan
Kerja Perangkat Daerah yang membidangi pencetakan surat berharga.
(3) Dalam hal Wajib Retribusi tertentu tidak membayar tepat pada
waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administratif berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari Retribusi yang terutang yang tidak
atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.
(4) Penagihan Retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) didahului dengan Surat Teguran.
(5) Tata Cara pelaksanaan
pemungutan retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
TATA CARA PEMBAYARAN RETRIBUSI
Pasal 19
(1) Pembayaran retribusi dilakukan secara tunai.
(2) Pembayaran retribusi dilakukan di SKPD yang tugas pokok dan
fungsinya membidangi Retribusi Izin Gangguan.
(3) Hasil pemungutan retribusi disetor secara bruto ke Kas Daerah
paling lambat 1 x 24 jam.
(4) Tata cara penyetoran
hasil pemungutan retribusi berpedoman pada ketentuan pokok-pokok pengelolaan
keuangan daerah.
TATA CARA PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI
Pasal 20
(1) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan
retribusi.
(2) Pemberian pengurangan atau keringanan retribusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan kemampuan Wajib Retribusi.
(3) Pembebasan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan dengan melihat fungsi objek retribusi.
(4) Tata cara pengurangan,
keringanan dan pembebasan retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Bupati.
TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN RETRIBUSI
Pasal 21
(1) Wajib Retribusi dapat
mengajukan permohonan keberatan secara tertulis dengan alasan-alasan yang jelas
kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atas SKRD;
(2) Keberatan harus diajukan paling lama 3 (tiga) bulan sejak
tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika wajib retribusi dapat menunjukan bahwa
jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
(3) Pengajuan keberatan
tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi.
Pasal 22
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak
tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang
diajukan dengan menerbitkan surat keberatan.
(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima
seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya retribusi yang
terutang.
(3) Apabila jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberi suatu
keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Pasal 23
(1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya,
kelebihan pembayaran retribusi dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga
sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk paling lama 12 bulan.
(2) Imbalan bunga
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan
diterbitkannya SKRDLB.
INSENTIF PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Pasal 24
(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan Retribusi dapat diberi
insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.
(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(3) Tata cara penetapan,
pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Bupati dengan berpedoman pada Peraturan Perundang-undangan
yang berlaku.
KEDALUWARSA PENAGIHAN RETRIBUSI
Pasal 25
(1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi menjadi kedaluwarsa
setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya
Retribusi, kecuali jika Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang
Retribusi.
(2) Kedaluwarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tertangguh jika:
a. Diterbitkan Surat Teguran; atau
b. Ada pengakuan utang Retribusi dari Wajib Retribusi, baik
langsung maupun tidak langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya
Surat Teguran tersebut.
(4) Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan
masih mempunyai utang Retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan utang
Retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran
dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi.
Pasal 26
(1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak
untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi yang
sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tata cara penghapusan
piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Bupati.
Daftar Pustaka :
(Online),(http://jombangkab.go.id/index.php/page/detail/badan-perijinan-jenis-ijin.html,
diakses pada 1 November 2015)
Langganan:
Postingan (Atom)